asalammualaikum WR.WB
Lama tidak memposting karna lagi tidak enak pikiran, kali ini saya mendapat sebuah ide untuk membahas tentang masalah punggahan.
berawal dari sebuah pengumuman di mesjid bahwasannya pungghan pada hari sabtu tadi, saya jadi bertanya tanya apa si pungghan itu ? kenapa ada punggahan? bagaimana punggahan dalam islam ?
akhirnya setelah menelusuri berbagai sumber akhirnya dapat juga apa yang saya cari cari :
Menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, umat Islam di daerah di Indonesia sudah terbiasa melaksanakan tradisi punggahan, ziarah maqam. Dan menjelang detik-detik datangnya hilal Ramadhan, dilengkapi dengan mandi pangir sebagai ungkapan kegembiraan atas datangnya bulan suci Ramadhan.
Tidak jelas dari mana referensi dari semua kegiatan-kegiatan yang sudah menyatu dengan ritual penyambutan Ramadhan tersebut, apakah berasal dari Islam atau Hindu, ataukah murni dari proses interaksi sosial yang pada gilirannya menjadi tradisi dan diadopsi menjadi ritual keagamaan?
Punggahan secara etimologi berasal dari kata unggah (bahasa Sunda), yang berarti “naik ke tempat yang tinggi atau pindah dari satu tempat ke tempat yang lain”. Jadi, punggahan dimaknai sebagai penyambutan bulan yang dihormati, yang mana bulan tersebut merupakan wadah untuk meningkatkan kerohanian dan berpindah dari sebelas bulan yang telah dijalani kepada bulan Ramadhan sebagai ungkapan kegembiraan karena dapat kembali bergabung dengan bulan yang amat dinantikan oleh umat Islam.
Ungkapan kegembiraan tersebut diisi dengan berbagai kegiatan sesuai dengan tradisi yang berlaku di daerah tertentu, biasanya dilakukan 1 minggu sebelum masuk bulan Ramadhan. Bahkan ada yang melakukannya 1 bulan sebelum datangnya bulan Ramadhan, seperti kegiatan pesta Tapai dan Lamang (yang akhir-akhir ini diartikan sebagai Tradisi Anak Pantai (TAPAI) yang biasa dilakukan oleh masyarakat desa pesisir Kecamatan Dahai Selebar Kabupaten Batubara sejak ratusan tahun yang lalu hingga sekarang.
Biasanya kegiatan punggahan dilakukan dengan kegiatan makan bersama sama dengan keluarga, sanak saudara, kaum kerabat jiran tetangga, dan dilakukan di mesjid, mushalla atau di rumah dan lain-lain.
Dan kerap kali acara tersebut diisi dengan ceramah agama, menjamu anak yatim dan ditutup dengan do’a dan saling memaafkan antara sesama saudara, kaum kerabat, dan jiran tetangga. Biasanya bagi keluarga yang berjauhan, tinggal di kota akan pulang ke kampung untuk bertemu sanak keluarga, dan terhadap keluarga yang sudah meninggal dunia disempatkan untuk menziarahinya.
Bagi masyarakat pedesaan, tidak ketinggalan pula masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, 1 atau 2 hari menjelang Ramadhan, mereka disibukkan dengan menyembelih kerbau atau lembu untuk menjamu sanak keluarga sekaligus persiapan makanan dan lauk pauk untuk makan sahur hari pertama bulan Ramadhan. Puncak dari kegiatan punggahan tersebut barangkali ditutup dengan mandi pangir atau mandi “Balimau” menurut orang Padang.
Semua kegiatan di atas tidak lebih dari ungkapan rasa kegembiraan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, terlepas dari mana referensi atau dalil-dalil syara’ yang menganjurkannya. Sebagian dari muballigh kita selalu mengutip hadis yang berbunyi :Siapa-siapa yang bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka.
Sulit menemukan hadis ini di dalam kitab-kitab induk, apalagi menjadikannya sebagai dalil untuk dijadikan landasan kegiatan tradisi punggahan yang secara kebetulan memang ada hubungan dengan makna hadis yang telah dipopulerkan oleh para muballigh.
Akan tetapi perlu dicermati, bahwa kegiatan punggahan yang telah menjadi tradisi umat Islam di negeri ini, substansinya adalah ungkapan kegembiraan dan kesyukuran atas datangnya bulan yang penuh rahmat dan berkah, yang sama sekali tidak pernah dilarang untuk bergembira menyambutnya selama kegembiraan tersebut tidak bercampur aduk dengan kemaksiatan, khurafat, dan berlebihan dalam memaknai kegembiraan dan kesyukuran tersebut.
Kegembiraan atas datangnya rahmat Allah SWT, karunia-Nya, dianjurkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya : Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (QS. Yunus : 58)
Dapat dipastikan, bahwa datangnya bulan Ramadhan merupakan rahmat bagi orang-orang beriman, dan dengan tradisi punggahan itu sendiri dapat menumbuhkan rahmat dan kasih sayang dari dalam diri sesama muslim.
Dengan demikian bertemulah dua rahmat yang ada di dalam diri pribadi seorang muslim dan rahmat yang diturunkan oleh Allah pada bulan Ramadhan, maka semakin kokohlah kasih sayang antara sesama muslim. Rasul SAW bersabda : Orang-orang yang mempunyai rasa kasih sayang, akan dirahmati, disayangi oleh Allah Tuhan yang Maha Rahman. Sebab itulah sayangilah apa yang ada di muka bumi supaya kamu disayangi pula oleh yang di langit. (al-hadis)
Selanjutnya, ziarah makam menjelang datangnya bulan Ramadhan adalah bagian dari kegiatan punggahan, yang mana landasan hukumnya sulit ditemukan baik di dalam Alquran maupun di dalam hadis. Dengan kata lain, bahwa ziarah ke kuburan pada waktu kapan saja, ada anjuran dari Alquran seperti dalam surat at-Takasur ayat 1-2 :Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.Dan demikian juga hdis Nabi SAW : Dahulu aku larang kamu berziarah kubur, adapun sekarang ziarahilah.
Akan tetapi, ziarah kubur sebagai rangkaian kegiatan punggahan atau menentukan ziarah hanya menjelang datang bulan Ramadhan saja, tidak ditemukan di dalam Alquran dan hadis Nabi SAW. Oleh sebab itu, berziarah kubur pada prinsipnya sangat dianjurkan dimana dan kapan saja, yang tidak dibolehkan adalah berziarah kubur menjelang Ramadhan mengatasnamakan perintah Nabi Muhammad SAW.
Setiap penyambutan bulan Ramadhan siapa-siapa yang mengatakan, menganjurkan, berziarah ke kuburan menjelang Ramadhan mengatasnamakan perintah nabi atau ada hadis khusus menerangkan demikian berarti dia telah berbohong, itulah yang dikatakan mengada-ngada dan telah berbuat bid’ah.
Akan tetapi, berziarah menjelang Ramadhan disebabkan karena tidak ada kesempatan melainkan beberapa hari sebelum datang Ramadhan lalu menjadi tradisi, tentu dibolehkan di dalam syariat Islam.
Terakhir mandi pangir atau balimau menurut istilah orang-orang dari Sumatera Barat, kegiatan ini dilakukan oleh sebagian umat Islam, terutama yang tinggal di pedesaan. Mandi pangir adalah bertujuan untuk membersihkan diri, sudah dimaklumi di dalam Islam ada mandi wajib, seperti mandi janabah, mandi haid, mandi wiladah (karena melahirkan) mandi jenazah.
Selain dari mandi wajib ada mandi sunat, seperti mandi ihram, mandi hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, mandi sunat hari Jum’at, mandi karena masuk Islam, mandi karena sadar dari gila.
Adapun mandi pangir adalah mandi dengan air yang diramu dengan unsur-unsur wewangian, seperti akar rusa, bunga pinang, daun pandan, buah dan daun jeruk purut, daun nilam, dengan tujuan mensucikan diri dari najis dan kotoran karena bersiap-siap untuk melaksanakan tarawih pada malam pertama bulan Ramadhan.
Tidak lebih dari itu, jika ada niat selain dari membersihkan badan dan wangi-wangian, seperti niat penghormatan pada leluhur, meminta rezeki atau mandi ritual atau karena air pangir mengandung kekuatan, maka mandi pangir tidak boleh dilakukan.
Dengan kata lain, mandi dengan tujuan untuk membersihkan diri adalah ibadah, jika tidak berniat sama sekali adalah sebagai adat. Dengan demikian mandi pangir dapat dikelompokkan sebagai mandi tradisi sebagian dari kegiatan punggahan menyambut Ramadhan.
Pendek kata, kegiatan punggahan, ziarah kubur, mandi pangir dapat dibenarkan dalam Islam, selama tidak salah niat. Karena Nabi Muhammad Saw bersabda : Orang-orang beriman akan dibangkitkan di akhirat sesuai dengan niat mereka. (al-hadis).Wallahua’lam bil ash-shawab ***** (H.M. Nasir, Lc., MA : Pimp. Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Al Mukhlisin Batu Bara, Direktur PT. Gadika, Umraoh dan Haji Plus,Ketua Majelis Ta’lim & Zikir Ulul Albab Sumut )
semoga bermanfaat
wasalammualaikum WR.WB
dikutip dari waspadamedan.com
0 comments:
Posting Komentar